CELEBESWATCH.ID, MAMASA – Kejaksaan Negeri Mamasa tengah mengusut kasus dugaan tindak pidana penyerobotan tanah yang dilakukan oleh oknum Kepala Desa (Kades) berinisial HN, yang kini menjadi tersangka dalam kasus tersebut. Tanah yang menjadi objek perkara terletak di Desa Tapalinna, Kecamatan Mambi, dan milik seorang warga bernama Uddin.
Penyebab utama dari dugaan penyerobotan ini adalah pengrusakan tanaman kebun milik Uddin yang diduga dilakukan dengan menggunakan alat berat PC 80. Hal ini terjadi sebagai bagian dari proyek jalan desa yang dikerjakan oleh oknum Kades HN. Menurut laporan yang diterima, alat berat yang digunakan dalam pekerjaan tersebut, yakni PC 80, disewa dengan biaya sekitar Rp 30 juta oleh oknum Kades HN untuk membangun jalan sepanjang ± 1,6 km melintasi kebun milik Uddin. “Kades HN sebagai kontraktor di proyek itu karena dia yang suruh saya membuka jalan menggunakan alat berat PC80” ujar Hasman warga Desa Tapalinna.
Hasman sebagai pihak ketiga jasa alat berat, mengungkapkan bahwa pekerjaan tersebut merugikan dirinya karena adanya pekerjaan tambahan yang tidak sesuai dengan budget semula. Hasman mengatakan kepada media ini bahwa proyek ini memicu kerugian besar bagi pihaknya karena banyaknya arahan-arahan dari HN dalam pekerjaan yang tidak diperkirakan sebelumnya.
Adapun kerugian yang dialami oleh Uddin akibat kerusakan kebunnya meliputi:
10 pohon manggis yang rusak dengan nilai total kerugian sekitar Rp 10 juta.
5 pohon alpukat yang rusak dengan nilai kerugian sekitar Rp 5 juta.
20 pohon pisang yang rusak dengan nilai kerugian sekitar Rp 2 juta.
10 pohon durian yang rusak, dengan kerugian mencapai sekitar Rp 3 juta.
Kerugian dari sayuran yang rutin dipanen setiap minggu diperkirakan minimal Rp 2 juta.
50 pohon coklat yang rusak dengan nilai kerugian mencapai Rp 100 juta.
Jumlah total kerugian yang ditanggung oleh Uddin diperkirakan mencapai Rp 122 juta.
Selain itu, kasus ini memunculkan pertanyaan besar terkait keterlibatan HN sebagai Kepala Desa Sondong Layuk, dalam proyek yang tidak ada kaitannya dengan wilayah kerjanya di Desa Tapalinna. Dugaan sementara adalah bahwa oknum Kepala Desa ini menggunakan posisinya untuk mengatur proyek pembangunan jalan di desa yang bukan wilayah tanggung jawabnya. Hal ini memicu kekhawatiran bahwa penggunaan uang negara mungkin tidak tepat sasaran, apalagi selama dua periode kepemimpinan HN sebagai Kepala Desa Sondong Layuk, tidak terlihat adanya perkembangan yang signifikan di desanya. “Tidak sedikit warga Sondong Layuk mengeluhkan kepemimpinannya” ujar salah satu tokoh yang tidak ingin disebutkan namanya di desa tersebut.
Kejaksaan Negeri Mamasa berkomitmen untuk mengusut lebih lanjut kasus ini, guna memastikan bahwa seluruh proses berjalan dengan transparansi dan akuntabilitas yang tinggi. Masyarakat juga berharap agar pihak berwenang segera memberikan penjelasan mengenai apakah ada penyalahgunaan wewenang dalam proyek tersebut dan untuk mengembalikan hak-hak warga yang dirugikan.
Kepala Seksi Pidana Umum (Kasi Pidum) di Kejaksaan Negeri (Kejari) Mamasa, Azhar, S.H., menyampaikan bahwa pada awal bulan Juni ini, administrasi P-21 diperkirakan sudah rampung. Informasi tersebut disampaikan langsung oleh Azhar saat dihubungi melalui pesan singkat WhatsApp oleh media ini Sabtu (24/5/2025). Dengan penyelesaian administrasi tersebut, proses hukum diharapkan dapat segera berlanjut sesuai jadwal yang direncanakan.
Kapten Inf Rizal, S.Sos., M.Si., mantan Danramil Mambi yang mengetahui secara mendalam permasalahan ini saat dihubungi pada hari Jumat (6/6/2025), menyampaikan kritik keras terkait proyek yang dikerjakan oleh seorang Kepala Desa di Desa Sondong Layuk namun berlangsung di Desa Tapalinna. Rizal menyebutkan, “Orangtua saya berasal dari Desa Sondong Layuk dan Desa Tapalinna jadi saya ketahui persis, bahkan saya melihat sendiri tanaman – tanaman yang dirusak alat berat, logikanya di mana seorang Kepala Desa mengerjakan proyek di luar wilayahnya? Ini aneh dan patut diduga ada kolusi.” Ia menambahkan bahwa pemangku jabatan yang berfungsi sebagai pengawas diduga membiarkan atau bahkan terlibat dalam praktik tersebut. Rizal menegaskan bahwa tindakan ini diduga melanggar Undang-Undang Pengadaan Barang/Jasa dan UU Tindak Pidana Korupsi, serta tidak sesuai dengan tugas pokok dan fungsi pemerintah desa karena tidak memiliki dasar hukum kerjasama antar desa atau penugasan resmi dari pemerintah di atasnya. Menurutnya, pelanggaran administratif ini merupakan bagian dari skema korupsi yang menggunakan uang negara, sehingga apabila terdapat kerugian negara, kasus ini harus segera disidik sebagai tindak pidana korupsi. (*)