CELEBESWATCH.ID, MAMASA, 21 Agustus 2025 – Ziiting Plaats Pengadilan Negeri Polewali di Kabupaten Mamasa hari ini menggelar sidang perdana kasus dugaan penyerobotan lahan dan perusakan tanaman yang menyeret Husain, Kepala Desa Sondong Layuk, sebagai terdakwa. Sejumlah saksi telah menerima panggilan resmi dari pengadilan untuk memberikan keterangan.
Husain didakwa dengan tiga pasal, yakni Pasal 167 Ayat (1) KUHP tentang memasuki pekarangan orang lain tanpa izin, Pasal 406 Ayat (1) KUHP tentang perusakan barang, serta Pasal 55 Ayat (1) Angka 1 KUHP mengenai turut serta melakukan tindak pidana.
Objek perkara berada di Desa Tapalinna, Kecamatan Mambi, milik warga bernama Uddin. Aktivitas alat berat yang masuk ke lokasi diduga mengakibatkan kerugian besar dengan rincian:
10 pohon manggis (Rp 10 juta)
5 pohon alpukat (Rp 5 juta)
20 pohon pisang (Rp 2 juta)
10 pohon durian (Rp 3 juta)
Sayuran rutin panen mingguan (Rp 2 juta)
50 pohon kakao (Rp 100 juta)
Total kerugian diperkirakan mencapai Rp 122 juta.
Sorotan Penyalahgunaan Wewenang
Kasus ini menjadi perhatian lantaran Husain, selaku Kepala Desa Sondong Layuk, diduga mengatur proyek pembangunan jalan di Desa Tapalinna yang bukan merupakan wilayah kewenangannya. Tidak ada dasar hukum berupa kerja sama atau penugasan resmi dari otoritas yang lebih tinggi, sehingga muncul dugaan adanya penyalahgunaan jabatan maupun dana desa.
Rizal, S.Sos., M.Si., Pembina Komunitas Pena Mamasa Center, mengecam tindakan tersebut.
“Saya tahu persis situasi di lapangan, alat berat merusak kebun warga. Aneh, seorang kepala desa mengatur proyek di luar wilayahnya. Ini patut diduga kolusi dan pelanggaran Undang-Undang,” ujarnya pada Rabu (20/8).
Ia menilai proyek tersebut sarat pelanggaran administratif dan bahkan berpotensi mengandung unsur tindak pidana korupsi.
Dampak terhadap Jabatan Kepala Desa
Status hukum Husain kini menjadi sorotan publik. Berdasarkan Permendagri Nomor 82 Tahun 2015 Pasal 5 Ayat (3), kepala desa yang berstatus terdakwa dalam perkara pidana wajib diberhentikan sementara oleh pemerintah daerah.
Sementara itu, aturan umum menyebutkan bahwa bila ancaman pidana ≥ 5 tahun, pemberhentian sementara dilakukan otomatis oleh bupati/wali kota. Namun jika ancaman pidana < 5 tahun, keputusan nonaktif atau tidaknya kepala desa berada di tangan bupati dengan pertimbangan stabilitas pemerintahan desa. Seorang tokoh masyarakat yang enggan disebutkan namanya mengungkapkan keresahan warga: “Pembangunan desa banyak yang tidak beres, kami sebagian besar sudah merasa jengkel hanya tidak enak mau melapor karena masih keluarga. Tapi coba lihat sendiri pembangunan di Desa Sondong Layuk tidak sesuai harapan masyarakat, tata kelola amburadul,” ujarnya.
Harapan Publik
Masyarakat kini menantikan sikap tegas dari Bupati Mamasa, Welem Sambolangi, S.E., M.M., untuk menindaklanjuti proses hukum dan administratif yang sedang berjalan. Langkah ini dinilai penting guna menjaga stabilitas pemerintahan desa serta memberikan kepastian hukum bagi semua pihak yang terdampak. (*)