CELEBESWATCH.ID, KOLAKA โ Terungkapnya dugaan penyelundupan ore nikel ilegal yang diproduksi dari wilayah IUP PT Akar Mas dan Wilayah HPK PT. Aneka Usaha Kolaka (Perusda) menambah panasnya situasi di industri pertambangan di Sulawesi Tenggara. Diduga, oknum dengan inisial HH, yang disebut-sebut sebagai pemilik kargo, berencana menyelundupkan ore nikel tersebut menggunakan dokumen yang tidak sesuai dengan asal usul barang. Kargo tersebut saat ini sudah terkumpul di stokfile dan hanya menunggu dokumen yang bisa dimanfaatkan untuk menghindari pengawasan.
Masalah ini semakin rumit dengan fakta bahwa hingga saat ini, PT Akar Mas belum juga terbit Rencana Kerja dan Anggaran Biaya (RKAB), yang wajib dimiliki setiap perusahaan pertambangan sesuai dengan peraturan yang berlaku. Tidak adanya RKAB ini memicu kekhawatiran bahwa dokumen yang digunakan diyakini tidak sah, yang berisiko menutupi penambangan ilegal di wilayah IUP PT Akar Mas.
Menanggapi hal ini, banyak pihak, terutama Aparat Penegak Hukum (APH) dan stakeholder terkait, diminta untuk segera turun tangan guna menanggulangi potensi kebocoran negara akibat praktik ilegal ini. Salah satu pihak yang sangat diharapkan untuk mengambil tindakan tegas adalah Kantor Unit Pelaksana Pengawasan (KUPP) Pomalaa, yang memiliki kewenangan untuk mengeluarkan Surat Izin Berlayar (SIB) bagi pengangkutan ore nikel.
“Jika sudah ada informasi yang sah mengenai barang kargo yang diduga diperoleh dari cara ilegal, KUPP Pomalaa tidak boleh memberikan dukungan berupa penerbitan SIB untuk barang tersebut. Hal ini dapat berisiko merugikan negara dan menambah kebocoran potensi pendapatan negara,” tegas seorang sumber yang enggan disebutkan identitasnya (16/11/2024).
Apabila kargo ore nikel tersebut memang berasal dari pembelian pihak ketiga, inisial HH harus bisa membuktikan kontrak jual beli yang sah. Sebaliknya, jika barang tersebut berasal dari hasil penambangan di bawah pengelolaan Perusahaan Daerah (Perusda), harus dapat menunjukkan bukti Kerja Sama Operasi (KSO) dan plottingan lahan yang sah untuk memastikan keabsahan asal muasal barang.
Lebih lanjut, kegiatan penambangan ini juga diduga melibatkan penggunaan bahan bakar minyak (BBM) ilegal selama proses produksi, yang semakin memperburuk citra perusahaan dan menambah potensi pelanggaran yang terjadi.
“Saya rasa, jika penyelidikan dilakukan dengan teliti, pasti akan ditemukan banyak penyimpangan dari aturan yang ada. Selama ini banyak pihak yang tidak peduli, padahal praktik seperti ini bisa merugikan banyak pihak,” ujar salah seorang saksi yang tidak ingin diungkapkan identitasnya.
Dalam upaya memperketat pengawasan di sektor energi dan sumber daya mineral, Presiden Prabowo Subianto baru-baru ini menandatangani Peraturan Presiden Nomor 169 Tahun 2024, yang membentuk Direktorat Jenderal (Ditjen) Penegakan Hukum Energi dan Sumber Daya Mineral (Gakum) di bawah Kementerian ESDM. Dengan adanya Ditjen Gakum, penegakan hukum di sektor ini diharapkan dapat lebih cepat dan langsung menanggapi dugaan pelanggaran tanpa perlu menunggu proses koordinasi yang lama.
“Ditjen Gakum akan mempercepat proses penindakan terhadap praktik-praktik ilegal di sektor pertambangan dan energi. Kami tidak akan memberi ruang bagi kegiatan yang merugikan negara dan masyarakat,” ujar Prabowo Subianto dalam keterangan resminya.
Pemerintah kini berada di posisi kunci untuk memastikan agar industri pertambangan di Indonesia berjalan sesuai dengan ketentuan hukum yang berlaku. Masyarakat, terutama di wilayah Pomalaa, berharap agar pihak berwenang segera menindak tegas apabila terbukti ada pelanggaran yang dilakukan pihak-pihak terkait. Tindakan cepat ini sangat penting untuk menjaga integritas sektor pertambangan serta mencegah kerugian negara yang lebih besar.(*)