CELEBESWATCH.ID, MAMASA – Kasus dugaan tindak pidana penyerobotan lahan yang melibatkan Kepala Desa (Kades) Sondong Layuk inisial HU semakin memanas. Laporan pengaduan yang diajukan pada 16 Oktober 2022 oleh warga Desa Tapalinna, Kecamatan Mambi, Kabupaten Mamasa, Provinsi Sulawesi Barat, mengungkapkan dugaan penyerobotan lahan milik Sdr. Uddin (Papa Wawan) dan perusakan tanaman dengan menggunakan alat berat. Tidak hanya itu, kasus ini juga menyentuh dugaan tindak pidana korupsi terkait proyek pengerjaan jalan tani yang diduga melibatkan Kades Sondong Layuk meskipun proyek tersebut berada jauh di luar wilayah kerjanya.
Sejak laporan pertama diajukan, lebih dari dua tahun berlalu namun proses hukum belum menunjukkan kemajuan yang signifikan. Bahkan, berkas perkara yang telah dilimpahkan oleh Polres Mamasa ke Kejaksaan Negeri (Kejari) Mamasa berbulan-bulan yang lalu, masih belum ditindaklanjuti. Hal ini menimbulkan kekecewaan mendalam di kalangan warga dan aktivis hukum yang merasa hukum dipermainkan.
Tindakan Penyerobotan dan Pengrusakan Tanaman
Menurut keterangan yang diperoleh, kasus ini bermula saat oknum Kades Sondong Layuk tiba-tiba memasukkan alat berat ke areal sawah dan kebun milik Sdr. Uddin tanpa izin. Tanaman yang sudah ditanam bertahun-tahun hancur, sementara akses jalan tani yang dibangun di atas lahan tersebut diduga melibatkan praktik korupsi. Proyek ini, yang secara administratif berada di luar wilayah kerjanya, menimbulkan dugaan adanya unsur penyalahgunaan kewenangan oleh Kades yang juga terlibat dalam pelaksanaan proyek tersebut.
Masyarakat setempat mengungkapkan bahwa pengerjaan proyek jalan tani tersebut seolah-olah tidak memperhatikan hak-hak masyarakat, apalagi di tengah ketidakjelasan hukum yang berlarut-larut.
Kejari Mamasa Dianggap Lamban
Fariz, Pembina Pena Mamasa Center, menyoroti lambannya Kejari Mamasa dalam menangani perkara ini. “Sudah dua tahun lebih, kasus ini dipermainkan. Ini jelas penindasan terhadap rakyat. Kami butuh kejelasan hukum,” tegas Fariz. Ia mengungkapkan bahwa berkas perkara yang sudah berbulan-bulan berada di tangan Kejari Mamasa namun tidak ada tindak lanjut yang jelas. “Apa yang terjadi dengan Kejari Mamasa? Mengapa mereka tidak segera bertindak? Kami mendesak agar mereka segera merampungkan kasus ini,” tambahnya.
Sampai berita ini diterbitkan, pihak Kejari Mamasa yang diwakili oleh Kasi Pidum Azhar, S.H., M.H., belum memberikan konfirmasi terkait perkembangan kasus ini. Upaya untuk menghubungi melalui WhatsApp pada 26 Oktober 2024 dan 9 November 2024 tidak mendapatkan respons.
Pada 11 September 2024, Fariz juga sudah menanyakan perkembangan kasus ini langsung kepada Kasi Intel Kejari Mamasa, Arjely Pongbanny, S.H., M.H., namun hingga kini belum ada penjelasan yang diberikan.
Dugaan Korupsi yang Membelit
Selain penyerobotan lahan, kasus ini juga disertai dugaan tindak pidana korupsi dalam pengerjaan proyek jalan tani yang berada di atas lahan milik Sdr. Udin. Kades Sondong Layuk, yang seharusnya hanya mengurusi desa Sondong Layuk, diduga menggunakan wewenangnya untuk mengerjakan proyek di luar wilayah kerjanya. Dugaan keterlibatan oknum aparat setempat dalam proyek ini pun semakin memperburuk dugaan korupsi yang ada.
Fariz juga meminta agar Presiden Prabowo dan aparat penegak hukum lainnya memperhatikan kasus-kasus yang terjadi di daerah terpencil seperti Kabupaten Mamasa. “Kita wajib mendukung upaya Presiden Prabowo untuk menindak tegas tindak pidana korupsi dan kejahatan lainnya. Kejagung dan Kapolri harus turun tangan untuk memastikan tidak ada kasus yang dipermainkan di Mamasa,” tegas Fariz.
Tuntutan Kepastian Hukum
Kasus ini bukan hanya sekadar masalah hukum, tetapi juga soal kepercayaan masyarakat terhadap aparat penegak hukum di Kabupaten Mamasa. “Kami menuntut kepastian hukum dan keadilan, baik untuk Sdr. Uddin yang lahannya diserobot, maupun untuk masyarakat yang dirugikan oleh proyek yang diduga sarat dengan korupsi ini,” ujar Fariz.
Sdr. Uddin, pemilik lahan mengeluhkan kerugian besar yang ia alami akibat penyerobotan dan perusakan tanamannya oleh oknum yang tidak bertanggung jawab. Udin menyebutkan, ia kehilangan 10 pohon manggis yang diperkirakan bernilai sekitar Rp 10 juta, 5 pohon alpukat senilai Rp 5 juta, serta kebun pisang dengan 20 pohon yang dihargai Rp 2 juta. Selain itu, ia juga kehilangan 10 pohon durian yang diperkirakan bernilai Rp 3 juta, dan berbagai tanaman sayuran yang menghasilkan sekitar Rp 2 juta setiap minggunya. Kerugian terbesar datang dari kebun coklat seluas 50 pohon yang nilainya mencapai Rp 100 juta. Udin sangat berharap pihak berwenang segera menindaklanjuti kasus ini dan memberikan keadilan bagi dirinya yang dirugikan secara material dan emosional.
Kasus ini semakin menarik perhatian karena adanya ketidakjelasan proses hukum yang sudah berlarut-larut. Masyarakat berharap aparat hukum bisa segera memberikan kejelasan dan menuntaskan kasus ini dengan adil. Hukum tidak boleh dipermainkan, apalagi dalam kasus yang melibatkan pejabat publik yang seharusnya menjadi contoh tauladan bagi rakyatnya.
Seiring dengan desakan warga dan aktivis, besar harapan agar Kejari Mamasa segera mengambil langkah tegas dan mengungkap kebenaran di balik kasus ini demi keadilan dan penegakan hukum yang sebenarnya.(*)