CELEBESWATCH.ID, MAMASA – 27 Juli 2025, Kejaksaan Negeri Mamasa tengah mengusut kasus dugaan tindak pidana penyerobotan tanah yang menyeret seorang Kepala Desa aktif, berinisial HN. Ia saat ini telah ditetapkan sebagai tersangka dan sudah memasuki tahap penuntutan, statusnya naik menjadi terdakwa setelah dakwaan didaftarkan ke pengadilan dan sidang pertama digelar.
HN didakwa melanggar Pasal 167 Ayat (1) KUHP tentang memasuki pekarangan orang lain tanpa izin, Pasal 406 Ayat (1) KUHP tentang perusakan barang, serta Pasal 55 Ayat (1) Angka 1 KUHP tentang turut serta melakukan tindak pidana.
Tanah yang menjadi objek perkara berada di Desa Tapalinna, Kecamatan Mambi, yang merupakan milik warga bernama Uddin. Kerusakan yang terjadi akibat aktivitas alat berat di atas lahan tersebut mencakup kerugian besar berupa:
10 pohon manggis (Rp 10 juta)
5 pohon alpukat (Rp 5 juta)
20 pohon pisang (Rp 2 juta)
10 pohon durian (Rp 3 juta)
Sayuran rutin panen mingguan (Rp 2 juta)
50 pohon coklat (Rp 100 juta)
Total kerugian yang diderita korban ditaksir mencapai Rp 122 juta.
Yang menjadi sorotan, HN merupakan Kepala Desa Sondong Layuk, yang secara administratif tidak memiliki kewenangan atas wilayah Desa Tapalinna. Dugaan muncul bahwa HN menggunakan jabatannya untuk mengatur proyek pembangunan jalan di luar wilayah tugasnya tanpa dasar hukum kerjasama atau penugasan resmi dari otoritas di atasnya. Kondisi ini menimbulkan pertanyaan besar terkait potensi penyalahgunaan wewenang dan dana negara.
Rizal, S.Sos., M.Si., Pembina Komunitas Pena Mamasa Center, mengecam tindakan tersebut. “Saya tahu persis situasi di lapangan, alat berat merusak kebun warga. Aneh, seorang kepala desa mengatur proyek di luar wilayahnya. Ini patut diduga kolusi dan pelanggaran Undang-Undang,” ujarnya. Ia menduga, proyek tersebut sarat pelanggaran administratif dan unsur tindak pidana korupsi (26/7).
Sementara itu, Kepala Seksi Pidana Umum Kejari Mamasa, Azhar, S.H., menyampaikan bahwa administrasi berkas perkara telah lengkap (P-21), memasuki tahap penuntutan dan proses persidangan akan segera berjalan. Meski sudah tahap dua, HN tidak langsung ditahan. Keputusan penahanan menjadi kewenangan Jaksa Penuntut Umum berdasarkan pertimbangan hukum yang berlaku.
Namun demikian, status hukum HN bila menjadi terdakwa secara otomatis berdampak pada jabatannya sebagai kepala desa. Berdasarkan Permendagri Nomor 82 Tahun 2015 Pasal 5 Ayat (3), kepala desa yang berstatus sebagai terdakwa dalam perkara pidana wajib diberhentikan sementara oleh pemerintah daerah.
“Pembangunan desa banyak yang tidak beres, kami sebagian besar sudah merasa jengkel hanya tidak enak mau melapor karena masih keluarga tapi coba lihat sendiri pembangunan di Desa Sondong Layuk tidak sesuai harapan masyarakat, tata kelola amburadul” ucap salah satu tokoh masyarakat yang tidak ingin disebutkan namanya.
Masyarakat Mamasa kini menanti sikap tegas dari Pemkab Mamasa untuk menindaklanjuti proses hukum dan administratif yang sedang berlangsung. Transparansi, akuntabilitas, dan penegakan hukum menjadi harapan besar masyarakat, agar keadilan dapat ditegakkan dan praktik penyalahgunaan jabatan tidak terulang. (*)